Oleh: Drs. Umar
Khatib.
Keluarga yang
bahagia adalah dambaan setiap orang, namun untuk mencapainya bukanlah hal
mudah. Terkadang kita telah mengetahui resep dan kiatnya akan tetapi sangat
sulit mewujudkannya (baca: malas). Tidak ada alasan: `pasangan tidak romantis`
sebab kendalanya seringkali datang dari diri kita sendiri. Berikut beberapa
resep atau kiat membentuk keluarga yang tenang penuh cinta dan kasih sayang:
1). Makan bersama
2). Ibadah bersama
3). Bekerja bersama dan
4). Komunikasi terbuka.
1). Makan bersama
2). Ibadah bersama
3). Bekerja bersama dan
4). Komunikasi terbuka.
A. Resep Keluarga SaMaRa
1). Makan bersama; bukan “sama-sama makan”; suami makan di luar, istri makan di rumah, akan tetapi makan bersama dalam satu meja dan hidangan yang sama. Bagi keluarga-keluarga modern dengan aktifitas masing-masing anggota keluarga yang tinggi, hal ini bisa jadi sangat berat, namun jika kita bisa membuat komitmen untuk makan bersama satu kali saja setiap hari, itu merupakan satu langkah menuju keluarga sakinah. Coba bayangkan bila anak kita suatu sore sepulang sekolah diajak teman-temannya nongrong di pinggir jalan, bercerita tak jelas topiknya sambil mengganggu orang-orang yang lewat. Kemudian ia menolak dan berkata: “Sorry bro!, aku ada kencan malam ini, ditunggu orang tuaku makan malam bersama”. Subhanallah, sungguh indah keluarga ini. Makan bersama adalah satu keberkahan, seperti sabda Rasulullah: “al-barakatu ma`a al-jama`ah” (keberkahan itu menyertai setiap kebersamaan). Berkah dapat berarti menambah eratnya hubungan kasih sayang. Berkah dapat berarti kesehatan, sebab sering kali jajanan yang ditawarkan di luar, kurang bersih atau tidak sehat. Berkah juga bisa berarti stabilitas isi kantong sebab belanja makan di luar bisa jadi lebih mahal. Makan bersama dalam satu hidangan sambil menatap wajah anak-anak dan orang yang kita kasihi plus kisah-kisah lucu yang dijalani sepanjang hari tadi adalah satu keberkahan, maka pulang dan mulailah makan bersama.
2). Beribadah bersama; melakoni kehidupan yang serba instan di zaman sekarang ini dimana setiap saat kita disuguhi paham hedonisme-materialisme telah membuat jiwa kita lelah. Siaran televisi setiap saat menawarkan iklan-iklan yang menarik dan menguras isi kantong dari mulai iklan produk kecantikan sampai makanan. Tetangga dan orang-orang di sekitar kita secara langsung atau tak langsung sering ikut mendorong kita bersikap konsumtif, berlomba-lomba membeli barang dan produk paling mutakhir. Oleh karena itu kebersamaan dalam menjalani ibadah adalah benteng yang ampuh untuk meredam semua itu. Di samping itu, kebersamaan dalam ibadah memberi rasa tenang dan bahagia yang jauh lebih dapat bertahan lama. Cobalah bangun di tengah malam dan salat bersama pasangan, maka tidak ada kebahagiaan yang lebih dari itu, saat dua orang yang berjuang membangun keluarga menghadapkan wajah ke hadapan Tuhan yang Maha Tinggi, berkeluh kesah dan memohon rizki dan keberkahan hidup. Allah berfirman:” berdo`alah pada-Ku, maka pasti akan Aku kabulkan” (Q.S.40:60).
3). Bekerja bersama; dan sama-sama bekerja sebab rumah tangga adalah milik bersama. Tidak ada kesuksesan suami tanpa peran serta sang istri demikian pun sebaliknya. Masing-masing suami istri memiliki tugas dan tanggungjawab yang berbeda, yang bila keduanya menunaikannya dengan penuh keikhlasan dan semangat tentu akan tercipta rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
4). Komunikasi terbuka; seperti ungkapan bijak: “Jangan pernah ada dusta di antara kita”.
Banyak rumah-tangga hancur diawali karena ketidakjujuran dan banyak orang binasa karena lidahnya. Oleh sebab itu berbicara terbuka adalah kuncinya. Namun begitu, harus tetap menjaga pilihan bahasa agar pasangan tidak tersinggung.
B. Landasan Hidup berkeluarga
Landasan keluarga muslim menuju kehidupan yang sakinah
mawaddah wa rahmah adalah kalimat syahadatain.
Kalimat
ketundukan inilah yang melatarbelakangi semua adegan
dalam episode kehidupan kita, episode marah, benci, suka, sedih atau
kecewa, maka seandainya ada pertanyaan: “kenapa anda menikah?”
Jawabannya Asyhadu an laa ilaah illa Allah;
karena Allah dan seandainya pula ada pertanyaan: “kenapa begitu cara kamu
menikah dan berkeluarga?”, maka
jawabannya wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah; karena begitu
yang dicontohkan Muhammad Rasulullah.
Coba sesekali ungkapkan pada pasangan:” Aku marah padamu karena Allah”….***
Categories:
religi